14 Juni 2010

Pembela Tanah Air (PETA)


Sukarela Tentara
Pembela Tanah Air
disingkat PETA (郷土防衛
義勇軍 kyōdo bōei
giyûgun ? ) adalah
kesatuan militer yang
dibentuk Jepang dalam
masa pendudukan Jepang
di Indonesia. Tentara
Pembela Tanah Air
dibentuk pada tanggal 3
Oktober 1943
berdasarkan maklumat
Osamu Seirei No 44 yang
diumumkan oleh
Panglima Tentara
Keenambelas, Letnan
Jendral Kumakichi
Harada sebagai Tentara
Sukarela. Pelatihan
pasukan Peta dipusatkan
di kompleks militer
Bogor yang diberi nama
Jawa Bo-ei Giyûgun
Kanbu Resentai.
Pembentukan Peta
dianggap berawal dari
surat Raden Gatot
Mangkupradja kepada
Gunseikan (kepala
pemerintahan militer
Jepang) pada bulan
September 1943 yang
antara lain berisi
permohonan agar bangsa
Indonesia diperkenankan
membantu pemerintahan
Jepang di medan perang.
Ada pendapat bahwa hal
ini merupakan strategi
Jepang untuk
membangkitkan
semangat patriotisme
dengan memberi kesan
bahwa usul pembentukan
Peta berasal dari
kalangan pemimpin
Indonesia
sendiri.Pendapat ini ada
benarnya, karena,
sebagaimana berita yang
dimuat pada koran "Asia
Raya" pada tanggal 13
September 1943, yakni
adanya usulan sepuluh
ulama: K.H. Mas
Mansyur, KH. Adnan, Dr.
Abdul Karim Amrullah
(HAMKA), Guru H.
Mansur, Guru H. Cholid.
K.H. Abdul Madjid, Guru
H. Jacob, K.H. Djunaedi,
U. Mochtar dan H. Moh.
Sadri, yang menuntut
agar segera dibentuk
tentara sukarela bukan
wajib militer yang akan
mempertahankan Pulau
Jawa(Mansur
Suryanegara:
Pemberontakan Tentara
PETA di Cileunca
Pangalengan Bandung
Selatan:1996). Dengan
demikian, nampaklah
peranan umat Islam
Indonesia dalam rangka
pembentukan cikal bakal
TNI ini. Tujuan mereka
bukan untuk menjadi
sekedar antek Jepang,
melainkan menanamkan
paham kebangsaan dan
cinta tanah air yang
berdasarkan ajaran
agama, yakni ruhul jihad.
Perhatikan panji atau
bendera tentara PETA
yang berupa matahari
terbit (lambang
imperium Jepang) dan
lambang bulan sabit yang
merupakan simbol
khilafah Islam di dunia.
Pada tanggal 14 Februari
1945, pasukan Peta di
Blitar di bawah pimpinan
Supriadi melakukan
pemberontakan yang
dikenal dengan nama
"Pemberontakan Peta
Blitar". Pemberontakan
ini berhasil dipadamkan
dengan memanfaatkan
pasukan pribumi yang
tak terlibat
pemberontakan, baik
dari satuan Peta sendiri
maupun Heiho. Pimpinan
pasukan pemberontak,
Supriadi, hilang dalam
peristiwa ini. Akan
tetapi, pimpinan
lapangan dari
pemberontakan ini, yang
selama ini dilupakan
sejarah, Muradi, tetap
bersama dengan
pasukannya hingga saat
terakhir. Mereka semua
pada akhirnya, setelah
disiksa selama
penahanan oleh
KENPEITAI (PM), diadili
dan dihukum mati di
pantai Ancol pada
tanggal 16 Mei 1945.
Tanggal 18 Agustus 1945,
sehari setelah
proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia,
Jepang mengeluarkan
perintah untuk
membubarkan kesatuan-
kesatuan Peta. Sehari
kemudian, panglima
terakhir Tentara
Keenambelas di Jawa,
Letnan Jendral Nagano
Yuichiro, mengucapkan
pidato perpisahan.
Sumbangsih dan peranan
tentara PETA dalam
perjuangan melawan
penjajahan Jepang
demikian besar.
Demikian juga peranan
mantan Tentara PETA
dalam kemerdekaan
Indonesia. Beberapa
tokoh yang dulunya
tergabung dalam PETA
antara lain mantan
presiden Soeharto dan
Jendral Besar Soedirman.
Mantan Tentara PETA
menjadi bagian penting
pembentukan Tentara
Nasional Indonesia (TNI)
sejak Badan Keamanan
Rakyat (BKR), Tentara
Keamanan Rakyat (TKR),
Tentara Keselamatan
Rakyat, Tentara Republik
Indonesia (TRI) hingga
TNI. Untuk mengenang
perjuangan Tentara
PETA, pada tanggal 18
Desember 1995
diresmikan monumen
PETA yang letaknya di
Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar