Asam deoksiribonukleat,
lebih dikenal dengan
DNA (bahasa Inggris:
deoxyribonucleic acid),
adalah sejenis asam
nukleat yang tergolong
biomolekul utama
penyusun berat kering
setiap organisme. Di
dalam sel, DNA umumnya
terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran
DNA di dalam sebuah sel
adalah sebagai materi
genetik; artinya, DNA
menyimpan cetak biru
bagi segala aktivitas sel.
Ini berlaku umum bagi
setiap organisme. Di
antara perkecualian
yang menonjol adalah
beberapa jenis virus (dan
virus tidak termasuk
organisme) seperti HIV
(Human
Immunodeficiency Virus).
Karakteristik kimia
DNA merupakan
polimer yang terdiri
dari tiga komponen
utama,
gugus fosfat
gula deoksiribosa
basa nitrogen,
yang terdiri dari:
[1]
Adenina (A)
Guanina (G)
Sitosina (C)
Timina (T)
Sebuah unit
monomer DNA yang
terdiri dari ketiga
komponen tersebut
dinamakan nukleotida,
sehingga DNA tergolong
sebagai polinukleotida.
Rantai DNA memiliki
lebar 22-24 Å, sementara
panjang satu unit
nukleotida 3,3 Å[2].
Walaupun unit monomer
ini sangatlah kecil, DNA
dapat memiliki jutaan
nukleotida yang
terangkai seperti rantai.
Misalnya, kromosom
terbesar pada manusia
terdiri atas 220 juta
nukleotida[3].
Rangka utama untai DNA
terdiri dari gugus fosfat
dan gula yang berselang-
seling. Gula pada DNA
adalah gula pentosa
(berkarbon lima), yaitu 2-
deoksiribosa. Dua gugus
gula terhubung dengan
fosfat melalui ikatan
fosfodiester antara atom
karbon ketiga pada
cincin satu gula dan
atom karbon kelima
pada gula lainnya. Salah
satu perbedaan utama
DNA dan RNA adalah
gula penyusunnya; gula
RNA adalah ribosa.
DNA terdiri atas dua
untai yang berpilin
membentuk struktur
heliks ganda. Pada
struktur heliks ganda,
orientasi rantai
nukleotida pada satu
untai berlawanan dengan
orientasi nukleotida
untai lainnya. Hal ini
disebut sebagai
antiparalel. Masing-
masing untai terdiri dari
rangka utama, sebagai
struktur utama, dan basa
nitrogen, yang
berinteraksi dengan
untai DNA satunya pada
heliks. Kedua untai pada
heliks ganda DNA
disatukan oleh ikatan
hidrogen antara basa-
basa yang terdapat pada
kedua untai tersebut.
Empat basa yang
ditemukan pada DNA
adalah adenin
(dilambangkan A), sitosin
(C, dari cytosine), guanin
(G), dan timin (T). Adenin
berikatan hidrogen
dengan timin, sedangkan
guanin berikatan dengan
sitosin.
Fungsi biologis
Replikasi
Replikasi merupakan
proses pelipatgandaan
DNA. Proses replikasi ini
diperlukan ketika sel
akan membelah diri.
Pada setiap sel, kecuali
sel gamet, pembelahan
diri harus disertai
dengan replikasi DNA
supaya semua sel
turunan memiliki
informasi genetik yang
sama. Pada dasarnya,
proses replikasi
memanfaatkan fakta
bahwa DNA terdiri dari
dua rantai dan rantai
yang satu merupakan
"konjugat" dari rantai
pasangannya. Dengan
kata lain, dengan
mengetahui susunan satu
rantai, maka susunan
rantai pasangan dapat
dengan mudah dibentuk.
Ada beberapa teori yang
mencoba menjelaskan
bagaimana proses
replikasi DNA ini terjadi.
Salah satu teori yang
paling populer
menyatakan bahwa pada
masing-masing DNA baru
yang diperoleh pada
akhir proses replikasi;
satu rantai tunggal
merupakan rantai DNA
dari rantai DNA
sebelumnya, sedangkan
rantai pasangannya
merupakan rantai yang
baru disintesis. Rantai
tunggal yang diperoleh
dari DNA sebelumnya
tersebut bertindak
sebagai "cetakan" untuk
membuat rantai
pasangannya.
Proses replikasi
memerlukan protein
atau enzim pembantu;
salah satu yang
terpenting dikenal
dengan nama DNA
polimerase, yang
merupakan enzim
pembantu pembentukan
rantai DNA baru yang
merupakan suatu
polimer. Proses replikasi
diawali dengan
pembukaan untaian
ganda DNA pada titik-
titik tertentu di
sepanjang rantai DNA.
Proses pembukaan rantai
DNA ini dibantu oleh
enzim helikase yang
dapat mengenali titik-
titik tersebut, dan enzim
girase yang mampu
membuka pilinan rantai
DNA. Setelah cukup
ruang terbentuk akibat
pembukaan untaian
ganda ini, DNA
polimerase masuk dan
mengikat diri pada
kedua rantai DNA yang
sudah terbuka secara
lokal tersebut. Proses
pembukaan rantai ganda
tersebut berlangsung
disertai dengan
pergeseran DNA
polimerase mengikuti
arah membukanya rantai
ganda. Monomer DNA
ditambahkan di kedua
sisi rantai yang membuka
setiap kali DNA
polimerase bergeser. Hal
ini berlanjut sampai
seluruh rantai telah
benar-benar terpisah.
Proses replikasi DNA ini
merupakan proses yang
rumit namun teliti.
Proses sintesis rantai
DNA baru memiliki suatu
mekanisme yang
mencegah terjadinya
kesalahan pemasukan
monomer yang dapat
berakibat fatal. Karena
mekanisme inilah
kemungkinan terjadinya
kesalahan sintesis
amatlah kecil.
Penggunaan DNA
dalam teknologi
DNA dalam forensik
Ilmuwan forensik dapat
menggunakan DNA yang
terletak dalam darah,
semen, kulit, liur atau
rambut yang tersisa di
tempat kejadian
kejahatan untuk
mengidentifikasi
kemungkinan tersangka,
sebuah proses yang
disebut fingerprinting
genetika atau pemrofilan
DNA (DNA profiling).
Dalam pemrofilan DNA
panjang relatif dari
bagian DNA yang
berulang seperti short
tandem repeats dan
minisatelit,
dibandingkan. Pemrofilan
DNA dikembangkan pada
1984 oleh genetikawan
Inggris Alec Jeffreys dari
Universitas Leicester,
dan pertama kali
digunakan untuk
mendakwa Colin
Pitchfork pada 1988
dalam kasus
pembunuhan Enderby di
Leicestershire, Inggris.
Banyak yurisdiksi
membutuhkan terdakwa
dari kejahatan tertentu
untuk menyediakan
sebuah contoh DNA
untuk dimasukkan ke
dalam database
komputer. Hal ini telah
membantu investigator
menyelesaikan kasus
lama di mana pelanggar
tidak diketahui dan
hanya contoh DNA yang
diperoleh dari tempat
kejadian (terutama
dalam kasus perkosaan
antar orang tak dikenal).
Metode ini adalah salah
satu teknik paling
terpercaya untuk
mengidentifikasi seorang
pelaku kejahatan, tetapi
tidak selalu sempurna,
misalnya bila tidak ada
DNA yang dapat
diperoleh, atau bila
tempat kejadian
terkontaminasi oleh DNA
dari banyak orang.
DNA dalam komputasi
DNA memainkan peran
penting dalam ilmu
komputer, baik sebagai
masalah riset dan
sebagai sebuah cara
komputasi.
Riset dalam algoritma
pencarian string, yang
menemukan kejadian
dari urutan huruf di
dalam urutan huruf yang
lebih besar, dimotivasi
sebagian oleh riset DNA,
dimana algoritma ini
digunakan untuk mencari
urutan tertentu dari
nukleotida dalam sebuah
urutan yang besar.
Dalam aplikasi lainnya
seperti editor text,
bahkan algoritma
sederhana untuk
masalah ini biasanya
mencukupi, tetapi urutan
DNA menyebabkan
algoritma-algoritma ini
untuk menunjukkan sifat
kasus-mendekati-
terburuk dikarenakan
jumlah kecil dari
karakter yang berbeda.
Teori database juga
telah dipengaruhi oleh
riset DNA, yang memiliki
masalah khusus untuk
menaruh dan
memanipulasi urutan
DNA. Database yang
dikhususkan untuk riset
DNA disebut database
genomik, dam harus
menangani sejumlah
tantangan teknis yang
unik yang dihubungkan
dengan operasi
pembandingan kira-kira,
pembandingan urutan,
mencari pola yang
berulang, dan pencarian
homologi.
Sejarah
DNA pertama kali
berhasil dimurnikan pada
tahun 1868 oleh ilmuwan
Swiss Friedrich Miescher
di Tubingen, Jerman,
yang menamainya
nuclein berdasarkan
lokasinya di dalam inti
sel. Namun demikian,
penelitian terhadap
peranan DNA di dalam
sel baru dimulai pada
awal abad 20, bersamaan
dengan ditemukannya
postulat genetika
Mendel. DNA dan protein
dianggap dua molekul
yang paling
memungkinkan sebagai
pembawa sifat genetis
berdasarkan teori
tersebut.
Dua eksperimen pada
dekade 40-an
membuktikan fungsi DNA
sebagai materi genetik.
Dalam penelitian oleh
Avery dan rekan-
rekannya, ekstrak dari
sel bakteri yang satu
gagal men- transform sel
bakteri lainnya kecuali
jika DNA dalam ekstrak
dibiarkan utuh.
Eksperimen yang
dilakukan Hershey dan
Chase membuktikan hal
yang sama dengan
menggunakan pencari
jejak radioaktif
(radioactive tracers).
Misteri yang belum
terpecahkan ketika itu
adalah: bagaimanakah
struktur DNA sehingga ia
mampu bertugas sebagai
materi genetik?
Persoalan ini dijawab
oleh Francis Crick dan
koleganya James Watson
berdasarkan hasil
difraksi sinar-x DNA oleh
Maurice Wilkins dan
Rosalind Franklin. Crick,
Watson, dan Wilkins
mendapatkan hadiah
Nobel Kedokteran pada
1962 atas penemuan ini.
Franklin, karena sudah
wafat pada waktu itu,
tidak dapat dianugerahi
hadiah ini.
Konfirmasi akhir
mekanisme replikasi DNA
dilakukan lewat
percobaan Meselson-
Stahl yang dilakukan
tahun 1958.